Pelajaran Indah tentang Nabi Yaqub

https://klutikjoss87.blogspot.com/2018/04/pelajaran-indah-tentang-nabi-yaqub_19.html

Move on ala Nabi Ya'qub - Pernah bertemu seorang anak yang dibuang ke sumur oleh kakak-kakaknya sendiri? Kalau bertemu, mungkin tidak pernah. Namun kalau mendengar atau membaca,
pasti pernah. Kisah anak itu diabadikan di Al-Quran Surat Yusuf (Surat 12). Dan nama anak itu sesuai nama suratnya: Yusuf.

Kasihan Yusuf, dibuang ke sumur oleh kakak-kakaknya sendiri. Namun sebenarnya dia lumayan beruntung. Soalnya –sebelum muncul ide membuang ke sumur– kakak-kakaknya sempat berencana untuk membunuhnya. Yup.

Kalau ada orang yang baru pertama kali dengar ceritanya, mungkin bakal bertanya-tanya: Kok kakaknya setega itu?? Apa kakak-kakak Yusuf ini psikopat atau si Yusuf yang memang berbahaya jadi harus disingkirkan?

Kalau mau berpikir terbuka, jawaban yang nomor dua bisa saja masuk di akal.

Mungkin saja kan Yusuf punya penyakit ganas yang menular dan mematikan, punya kemampuan telekinesis yang bisa membunuh orang dengan kedipan matanya, atau hal aneh sejenis itu. Itu kan terdengar berbahaya. Maka kakak-kakak Yusuf merasa membuang Yusuf ke sumur adalah keputusan yang tepat. Ini demi kebaikan semua orang.

Logis? Ya.

Namun kasusnya bukan seperti itu.

Nyatanya Yusuf hanya anak biasa yang sangat disayang oleh ayahnya, yaitu Nabi Ya'qub, dan punya bakat mengartikan mimpi. Itu saja.

Namun fakta sesederhana itulah yang membuat Yusuf dibuang ke sumur. Alasannya? Kakaknya iri dan dengki. Ingin disayang juga.

Namun kita abaikan sejenak kakak-kakak Yusuf. Mari beralih ke Yusuf.

***

Meskipun dibuang ke sumur, kehidupan Yusuf perlahan membaik. Dia dipungut oleh rombongan pedagang –yang ternyata dipimpin oleh Raja Mesir (beruntung sekali). Setelah dipungut, dia diangkat jadi pelayan raja dan istrinya sampai usianya dewasa.

Roller coaster insiden pun mulai terjadi.

Yusuf dituduh selingkuh dengan istri raja – di mana dia terbukti tidak bersalah, tetapi toh tetap memilih dipenjara. Di penjara, Yusuf membantu mengartikan mimpi dua orang napi sepenjaranya –salah satu napi akhirnya dihukum mati dan satunya lagi bebas, tetapi yang bebas lupa membantu Yusuf keluar dari penjara (kacang lupa kulit).

Beberapa tahun berselang, Yusuf yang statusnya masih napi diminta untuk mengartikan mimpi aneh Raja Mesir. Daaan… voila! Arti mimpi raja menurut Yusuf, yaitu 7 tahun masa subur dan 7 tahun masa kemarau parah, terbukti akurat. Sebagai imbalan, Yusuf meminta raja mengangkatnya menjadi Bendaharawan Mesir. Permintaan itu dikabulkan.

Cepat juga ya. Yusuf berubah dari anak-penghuni-dasar-sumur menjadi Bendaharawan Mesir dalam kurun waktu tiga paragraf saja.

Yah, ceritanya memang sengaja dipersingkat. Soalnya bagian menariknya terjadi setelah itu.

***

Tadi sudah dibahas sekilas tentang Kakak-kakak Yusuf dan Yusuf sendiri. Namun tokoh paling menarik dari kisah ini justru ayah dari para kakak beradik tersebut, yaitu Ya'qub.

Meskipun nyatanya Yusuf dibuang di sumur, kakak-kakak Yusuf berkata ke Ya'qub bahwa Yusuf dimakan serigala. Ya: Mereka bohong. Namun Ya'qub –yang sejak awal tahu kalau kakak-kakaknya tidak suka Yusuf– sudah menduga kalau “dimakan serigala” itu cuma judul dari konspirasi anak-anaknya saja. Apapun yang terjadi sebenarnya, pasti disengaja, bukan kecelakaan.

Tentu saja, Ya'qub sangat terpukul. Sedih, marah, sakit hati, dan kecewa jadi satu. Kepergian Yusuf meninggalkan luka.

Nah, banyak orang bilang, “waktu menyembuhkan luka.”

Maksudnya, kalau seseorang mengalami patah hati, sakit hati, depresi, atau kenangan negatif membekas lainnya, obat terbaiknya adalah waktu. Semakin lama waktu berlalu, sakit hati itu akan semakin luruh dan akhirnya hilang total. Bahasa kekiniannya, orang itu sukses “move on”.

Entahlah siapa orang pertama yang menemukan konsep “waktu menyembuhkan”, tetapi yang pasti, konsep tersebut sama sekali tidak berlaku untuk Ya'qub.

“Kok bisa, Lid? Bukannya Ya'qub itu Nabi? Soal move on, harusnya dia yang paling jago kan? Lo jangan ngaco deh, Lid. Nabi kayak Ya'qub mah pasti pemaaf banget dan gampang lupain dendamnya sama orang lain.”

Yowes, sabar dulu. Tulisannya belum selesai. Kita lanjutkan ceritanya.

***

Berapa tahun waktu berlalu sejak Yusuf dibuang ke sumur sampai dia diangkat jadi Bendaharawan Mesir?

Kalau berdasarkan informasi dari Al-Quran semata, kita cuma bisa menebak-nebak. Petunjuknya adalah tahun-tahun Yusuf jadi pelayan, tahun-tahun Yusuf dipenjara, tujuh tahun masa subur, dan tujuh tahun masa kemarau. Maka hitungan kasarnya adalah belasan sampai dua puluhan tahun telah berlalu. Dan itu waktu yang sangaaat lama.

Nah, pada saat-saat itulah, kakak-kakak Yusuf – yang juga sudah menua– datang ke Mesir. Mereka mau minta gandum. Yusuf yang mengurusi pembagian gandum mengenali wajah mereka, meskipun kakak-kakaknya tidak.

Yusuf pun punya ide untuk bertemu ayahnya, Ya'qub. Maka disusunlah rencana untuk mengundang Bunyamin –adik bungsu Yusuf– lalu menahannya di Mesir. Tujuan satu: untuk ‘memancing’ ayahnya datang ke Mesir.

Yusuf pun meminta kakak-kakaknya untuk membawa Bunyamin di kedatangan mereka yang berikutnya.

Awalnya, kakak-kakaknya ragu dengan permintaan itu.

Pasalnya, Bunyamin juga sangat disayang ayahnya, sama seperti Yusuf. Dan terakhir kali kakak-kakaknya membawa pergi anak yang paling disayang ayahnya, mereka membiarkannya ‘dimakan serigala’. Kalau sekarang mereka membawa Bunyamin, entah insiden apalagi yang akan terjadi. Mereka sadar ayahnya pasti punya prasangka seperti itu.

Namun dengan sedikit bujuk rayu, ayahnya mengizinkan anak-anaknya membawa Bunyamin pergi.

Apa yang terjadi berikutnya?

Yup, kakak-kakak Yusuf pulang ke rumah tanpa membawa Bunyamin.

...

Kata Ariel Noah, “Dan terjadi lagi… kisah lama yang terulang kembali… “

Tragedi yang sama, biang keladinya sama, dan modusnya juga hampir sama. Bedanya, sekarang korbannya Bunyamin. Kalau aku ada di posisi Ya'qub, mungkin sebentar lagi akan terjadi KDRT yang tidak akan dilupakan anak-anaknya. Maksudku, ini kelewatan.

Namun reaksi Ya'qub sangat menarik, yaitu sebagai berikut:

“Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: : ‘Aduhai duka citaku terhadap Yusuf’, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seseorang yang menahan amarahnya terhadap anak-anaknya.” – Surat Yusuf ayat 84

Coba cermati baik-baik ayat tersebut.

Baca lagi dan lagi.

Ada yang janggal dari reaksi Ya'qub?

Ya, di sana Ya'qub berkata, “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, bukan “Aduhai duka citaku terhadap Bunyamin”.

“Kan yang baru hilang Bunyamin, kok yang disebut Yusuf? Apa karena Ya'qub sudah tua jadi salah sebut nama anaknya sendiri?”

Bukan.

Kehilangan Bunyamin secara spontan mengingatkan Ya'qub kepada tragedi kehilangan Yusuf. Itulah yang membuatnya secara spontan menyebut nama Yusuf. Dan itu jugalah yang membuatnya sangat sedih sampai matanya memutih dan buta. Beliau juga marah kepada anak-anaknya, tetapi ditahannya.

Apa artinya ini?

Artinya sederhana saja: ternyata waktu tidak menyembuhkan.

Puluhan tahun telah berlalu, siapapun akan berpikir bahwa Ya'qub –yang notabene seorang Nabi pilihan dan semestinya pandai menjaga emosi– sudah move on dari masa lalunya.

Namun nyatanya tidak.

Rasa sedih, kecewa, dan marah akibat kehilangan Yusuf mengendap di hati Ya'qub selama bertahun-tahun. Emosi-emosi itu tertahan di hatinya seperti bom waktu. Dan ketika Ya'qub harus melihat Bunyamin hilang dengan cara yang mirip dengan Yusuf, bom waktu itu akhirnya meledak. Ya'qub diserang kesedihan mendalam sampai matanya memutih.

Ya.

Dan reaksi anak-anaknya setelah melihat ayahnya bersedih tidak kalah menarik, yaitu:

“Mereka berkata: “Demi Allah, engkau tidak henti-hentinya mengingat Yusuf, sehingga engkau mengidap penyakit berat atau termasuk orang-orang yang binasa” – Surat Yusuf ayat 85

Kemudian Ya'qub membalas:

“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya” – Surat Yusuf ayat 86

Ini menarik. Kalau kamu baca ayat 84-86 berkali-kali, kamu akan merasa dialog antara Ya'qub dan anak-anaknya ini sudah tidak asing lagi.

Kita ambil contoh:

Ada dua sahabat, Rio dan Rian. Mereka sedang berjalan di taman, di mana Rio melihat seorang perempuan yang sangat mirip dengan mantan pacarnya dulu. Rio pun berkata,

“Yan, cewek itu mirip Zahra deh. Duh, gimana kabar Zahra ya sekarang. Gue kangen banget sama dia.” kata Rio dengan nada lesu yang tidak bisa disembunyikannya.

“Aduh, Yo. Zahra itu bukannya udah dari jaman Orde Lama ya? Lupain gih. Move on. Capek tau dengerin lo nyebut nama dia terus.” kata Rian ketus.

“Gitu ya lo, Yan. Lo nggak dia posisi gue sih. Lo nggak tau perasaan gue.” balas Rio kesal.

Tidak asing kan?

Yup, dialog semacam Rio dan Rian cukup lumrah dan ternyata polanya mirip dengan dialog antara Ya'qub dan anak-anaknya. Keduanya sama-sama dialog tentang seseorang yang belum move on dari masa lalunya. Bedanya, dialog Ya'qub terjadi entah berapa ribu tahun yang lalu.

Apa artinya itu? Itu artinya, ya itu tadi, waktu seringkali tidak menyembuhkan.

Trauma, sakit hati, kebencian, kesedihan, dan dendam akibat masa lalu bisa bertahan sampai bertahun-tahun lamanya. Dan bila dipelatuk dengan kejadian yang tepat, emosi itu bisa muncul kembali kapan saja. Ini hal yang manusiawi dan normal. Buktinya, ini sudah terjadi sejak zaman Nabi Ya'qub dan masih terjadi sampai sekarang.

Namun banyak orang –mungkin termasuk aku juga– kurang bijak dalam menyikapi cara kerja psikologi manusia yang satu ini. Ketika orang-orang melihat reaksi Rio, kebanyakan akan berkomentar, “Dasar alay. Rio ini tipikal orang-orang yang baperan.”

Well, hal yang sama ternyata pernah terjadi pada Ya'qub. Apa mereka akan bilang Ya'qub itu alay dan baperan? Bisakah kita bilang begitu?

***

Sejauh ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa kenangan negatif di masa lalu bisa terbawa sampai bertahun-tahun lamanya. Namun ini bukan berarti kita boleh larut dalam masa lalu, asyik dalam depresi dan kesedihan.

Maka ayat selanjutnya menjadi solusi dahsyat bagi masalah ini. Di sana Ya'qub berkata:

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir.” – Surat Yusuf ayat 87

Meskipun sangat sedih karena ditinggal Yusuf, semakin sedih karena sekarang ditinggal Bunyamin, dan juga sangat marah kepada anak-anaknya yang jadi penyebab semua ini, Ya'qub memilih untuk percaya kepada anak-anaknya sekali lagi untuk kembali ke Mesir.

Mengapa?

Karena ada hal yang jauh lebih penting dari kesedihan dan kemarahan Ya'qub SAAT ITU, yaitu kondisi keluarga Ya'qub dan anak-anaknya yang minim persediaan makanan.

Kemarau saat itu sangat parah dan meminta gandum pada Raja Mesir adalah satu-satunya cara untuk melanjutkan hidup. Ini penting, karena menyangkut nyawa banyak orang.

Dengan mindset seperti itu, Ya'qub berhasil meredam kesedihan dan amarahnya sampai ke titik minimum. Jangan salah, emosi-emosi negatif itu sama sekali tidak hilang. Mereka hanya mengecil dan menciut. Mereka jadi tidak signifikan, alias tidak berarti.

Inilah seni move on ala Nabi Ya'qub yang diabadikan dalam Al-Quran.

Masa lalu kadang menyakitkan, tetapi bisa disembuhkan. Bukan dengan cara membiarkan waktu menyembuhkannya atau mematirasakannya dengan lari ke aktivitas candu, tetapi simply dengan cara melihat sekitar kita.

Bahwa selalu ada hal-hal yang jauh lebih besar dan penting daripada sakit hati kita saat itu.

Bila kita memilih untuk peduli pada hal besar itu, yang bisa dalam bentuk apapun (seperti masalah teman, keluarga, umat, atau negara), masa lalu semenyakitkan apapun bisa kita lampaui. Tidak peduli berapa kali ia menyerang kita.

Sumber : renunganmuslem.com

1 Response to "Pelajaran Indah tentang Nabi Yaqub"

  1. artikel ini mengingatkan saya waktu kecil dongeng ibuku sebelum tidur :)

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel